Senin, 13 Mei 2013

ficlet :: "Dao Le Ming Tian"


"Aku rasa kita cukup sampai disini, Han-gege..." ucap gadis China itu sambil menunduk. Tak berani menatap sosok yang duduk di hadapannya. Hangeng, pemuda itu terpaku. Membatu saat mendengar ucapan yang membuat aliran darahnya seolah terhenti dari bibir seorang Song Qian.

"Kenapa?" tanyanya pelan. Nyaris tak terdengar jika Qian tak fokus.
"Maaf ge, tapi kurasa ini yang terbaik." jawab gadis belia itu.
"Aku berbuat salah? Aku melukaimu? Atau kau sudah tak mencintaiku?" Wajah Qian sontak terangkat. Ia menatap Hangeng-nya dalam. Air matanya turun perlahan.
"Bukan itu..." jawabnya pelan. Hangeng menghela nafas.
"Gege terlalu sempurna untukku. Maaf ge, aku tak bisa menjadi yang terbaik untuk gege. Aku yakin gege akan mendapatkan yang lebih baik dari aku..." ucapnya parau. Ia menggigit bibir bawahnya. Menunggu Hangeng mengatakan sesuatu. Tapi yang didengarnya hanya helaan nafas.
"Ge, kumohon..." ucapnya. Dadanya sakit.
"Apa?" Hangeng bertanya. Ia menatap Qian. Mencoba menyimpan wajah gadis itu dalam ingatannya sebelum mereka tak bisa lagi menatap sebebas ini.
"Katakanlah sesuatu. Gege boleh marah padaku. Gege boleh memukulku, tapi jangan membenciku."
"Kenapa aku tak boleh membencimu?"
"Aku mencintai gege..."
"Jika kau mencintaiku kenapa kita berakhir?"
"Ini yang terbaik ge, aku tak ingin gege terluka."
"Katakanlah apa yang sebenarnya..."
"Aku tak bisa terus bersama gege karena aku tahu ada orang lain yang mencintai gege. Dia sangat mencintaimu ge, bahkan melebihi aku. Dia kerap kali bercerita tentang gege padaku. Aku hanya ingin dia bahagia bersama gege, hanya itu ge. Aku akan pergi dari hidup gege. Aku mohon, gege bahagialah bersama dia. Dia memiliki segala yang aku tak punya. Dia sempurna ge, sama sepertimu..." ucap Qian. Hangeng terdiam. Otaknya buntu. Kata-katanya seolah habis. Membuat lidahnya kelu dan ia tak bisa mengekspresikan sakit yang dialaminya.
"Baiklah jika itu keinginanmu. Maaf jika selama ini kau tak nyaman di sampingku. Aku mencintaimu, Qian..." Kata-kata itu terlontar begitu saja dari mulut Hangeng. Ia tak tahu kenapa dengan bodohnya bisa berucap seperti itu.
"Maaf ge..." bisik Qian.
Angin musim panas menyapu jalan kota Wuhan yang panas terpercik sinar matahari. Sangat panas sehingga membuat hati seorang pemuda bernama Tan Hangeng terbakar hingga mati.
"Aku pamit ge, aku harus segera ke kampus. Hati-hati ge..." ucap Qian. Hangeng hanya diam.
Hari ini, tempat ini akan selalu diingatnya sebagai kenangan terburuk dalam perjalanan hidupnya.
Bao Bei Cafe, Wuhan-China.
Kamis, 4 Agustus 2002.
Tesss....
Air matanya turun pertama kali hanya karena cinta.
"Aku tak akan mencari penggantimu, Song Qian..." batinnya.

-fin-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar