Senin, 13 Mei 2013

fanfiction : "You are a Song in My Heart" *9

Sooyoung menghempaskan tubuhnya di atas sofa ruang tamu. Ia menatap tajam Siwon yang melengang dengan santai berjalan menuju kamarnya.
"Maksud oppa apa? Kenapa oppa menerima lamarannya tanpa persetujuan dariku atau ayah?" tanyanya berteriak di rumah besar milik orangtuanya itu. Siwon membalikkan tubuhnya dan menyipitkan matanya menatap Sooyoung. Lalu senyum sinisnya terlukis.
"Bahkan Zhoumi yang membujuk ayah dan ibu agar menerima lamarannya. Aku tak pernah memaksa. Dan kau, apa sulitnya menerima pemuda China itu? Dia baik, tampan, tenar, kaya raya. Apalagi yang kurang? Kau masih mengharapkan Cho Kyuhyun yang tak juga selesai dalam skripsi? Atau Shim Changmin yang merupakan siswa terpintar di universitas ayah?" ucap Siwon panjang lebar.

"Mereka sahabatku. Dan Zhoumi adalah kekasih orang yang ku anggap sebagai eoniku. Mengerti?"
"Ckck, dasar bocah labil. Ayah memberimu dua pilihan, menikah dengan Zhoumi dan menetap di Korea atau meneruskan kuliahmu di Italia? Semua di tanganmu." ucap pemuda tampan itu ringan tanpa beban. Ia pun melanjutkan kembali langkahnya menaiki satu persatu anak tangga menuju lantai dua sambil sesekali bersiul riang.
"Zhoumi, teganya kau mengkhianati eoniku! Kuhabisi kau!" gumam Sooyoung. Kedua tangannya mengepal di sisi tubuhnya.

***

Qian masih mematung di hadapan jendela kamar. Menatap butiran serbuk salju yang turun dari langit. Lalu mendarat di binkai kaca jendelanya. Menumpuk menjadi bunga es. Ia belum bisa bangkit semenjak hari itu. Semenjak dua minggu lalu Zhoumi mengeluarkan kata-kata keparat yang tak ingin di dengarnya. Ia menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Mendekap tubuhnya dari udara dingin yang menghalau tubuhnya. Pantas saja, jendela belum ditutup. Padahal hari sudah sangat larut.
Zhoumi...
Sulit sekali mengenyahkan pemuda itu dari fikirannya. Sosok yang menyita waktunya hanya sekedar memikirkan apa yang sedang dilakukannya, sedang bersama siapa ia, sudah mengisi perutnya atau belum.
Zhoumi...
Yang mengunci hatinya untuk membuka diri kepada sosok lain. Hanya Zhoumi. Tak tahukah ia bahwa kini dirinya menderita, semenjak ucapan itu meluncur bagai gunting yang memutus seutas tali penghubung di antara mereka. Menyisakan luka tak berbentuk dalam dirinya. Menyakitkan...
Tok Tok Tok...
Ketukan di pintu kamarnya membuyarkan lamunan. Disekanya air mata yang entah sejak kapan sudah mengalir tak terasa.
Kriet...
Pintu terbuka. Ia menatap sosok pemuda di hadapannya.
"Ada apa?" tanyanya.
"Kau belum tidur?" Pemuda itu kembali bertanya.
"Menurutmu?"
Tanpa persetujuan pemilik kamar, Kyuhyun melangkah masuk. Menatap sekeliling kamar Qian.
"Ada apa dengan dirimu?" tanyanya setelah menghempaskan tubuhnya di ranjang empuk milik kakak perempuannya itu. Qian mendekatinya. Lalu duduk tepat di sampingnya.
"Aku berpisah dengan Zhoumi..." jawabnya lesu. Luka basah itu kembali terasa. Semakin perih.
"Maksudmu? Kau dan ahjussi tinggi itu sudah tak memiliki hubungan apa-apa?" Kyuhyun memastikan. Qian mengangguk lesu. Seulas seringai terlukis di bibir Kyuhyun.
"Kalau begitu, biarkan aku menjadi penyembuh lukamu. Mengobati sakitmu. Menjadi kekasihmu..." ucapnya mantap. Qian menoleh. Menatap Kyuhyun.
"Maksudmu?" tanyanya.
"Aku mencintaimu, nuna..."
"Kau adikku. Jangan bergurau. Cepatlah kembali ke kamarmu lalu segera tidur." Qian mulai berdiri. Kyuhyun mengikutinya.
"Aku tak bergurau, Song Qian. Aku mencintaimu. Sejak dahulu hingga kini. Aku bukan adikmu. Kita adalah seorang pria dan wanita yang sudah kenal dekat dan tinggal serumah. Jadi wajar saja kalau kita memperjelas hubungan ini. Aku menunggu jawabanmu..." ucap Kyuhyun pelan membuat Qian memaku. Pemuda itu mengecup singkat bibir Qian sebelum keluar dari kamar gadis--kakaknya--itu. Meninggalkan Qian yang menganga dibuatnya.

***

Zhoumi terpekur menatap bingkai foto itu. Dirinya dan Qian. Sudah lebih dari dua minggu ia dan Qian resmi berpisah. Dan rindunya membuncah dalam dada. Ia rindu senyum itu. Tatapan matanya. Gelak tawanya. Semuanya tentang Song Qian. Kenapa takdir begitu tega memisahkan ia dan cintanya. Kenyataan pun sepetinya tak ingin berpihak pada dirinya. Membuatnya limbung. Ia menghela nafas.
Sedang apa Qian? Apakah gadis itu memikirkannya? Apakah gadis itu merindukannya? Apakah gadis itu masih mengingatnya? Entahlah... Ia tak yakin.
Brakkk...
Suara pintu ruangannya terbuka membuatnya menoleh mendapati seorang gadis berdiri di ambang pintu. Sedikit berjalan tergesa menghampirinya. Lalu berkacak pinggang di depannya.
"Kau! Tuan Muda Zhou yang terhormat! Tahukah kau, gara-gara dirimu aku harus melanjutkan sekolahku ke Italia hanya untuk menghindari pernikahan di usia muda. Usiaku baru 19 tahun? Sedangkan kau? Kenapa kau memutuskan hubunganmu dengan eoni-ku? Aku sudah pernah mengatakan padamu agar kau menjaganya, bukan menyakitinya. Tapi kini yang kau lakukan? Kau mengkhianatinya dengan menerima perjodohan yang sempat tertunda dua tahun lalu. Ingat ya, sampai kapanpun aku tak akan menerimamu."
Zhoumi terpaku mendengar ucapan Sooyoung tanpa jeda.
"...."
"Sudahlah, aku pergi dulu, aku hanya ingin mengatakan itu padamu. Selama dua minggu ini kau menghilang jika aku mencarimu. Aku lelah. Lusa aku akan terbang menuju Italia. Hari ini aku harus pamit kepada semua temanku. Dan besok aku harus packing. Dan semua itu karena ulahmu. Jadi kuharap kau segera datang menemui eoni-ku agar aku tak membuatmu menjadi barbeque saus madu. Paham?!" bentak Sooyoung. "Baiklah, aku pergi..." ucap Sooyoung. Ia pun segera melangkah menuju pintu. Namun langkahnya terhenti. Ia membalikkan tubuh ke arah Zhoumi.
"Bisakah kau memberiku ongkos untuk naik bus? Aku lupa tak bawa dompet..." ucapnya sambil memasang wajah memelas. Zhoumi terkejut dibuatnya. Pemuda itu dengan segera mengeluarkan lembaran uang dan memberikannya kepada Sooyoung.
"Terima kasih...." ucap gadis itu sebelum berjalan pergi meninggalkan Zhoumi.
"Kau tak tahu apa yang terjadi, Sooyoung-ah." ucapnya lirih. Kenapa semua serumit ini?

***

Changmin menggenggam erat jemari Sooyoung di ruang tunggu bandara. Hati pemuda itu berteriak meski bibirnya terkatup menyuarakan penolakannya atas keputusan Sooyoung untuk pergi. Ia tak rela jika gadis ini jauh darinya.
"Ssh..." Ia menghela nafas dalam. Lalu menghembuskannya perlahan.
Sooyoung sadar akan sikap Changmin yang menjadi pendiam semenjak ia memberitahukan tentang kepergiannya. Jika boleh jujur, rasanya berat meninggalkan pemuda ini. Ia tak ingin jauh dari Changmin. Entahlah apa yang ia rasakan kepada Changmin. Cintakah? Sukakah? Sayangkah? Atau hanya sebatas rasa persahabatan? Entahlah. Ia tak begitu paham sehingga bingung harus menyebutnya apa. Yang jelas ada ketidakrelaan jika ia kembali nanti, Changmin telah dimiliki oleh orang lain. Ia ingin Changmin bersamanya, hanya untuknya, tetap mencintainya dan terus memandangnya.
"Pesawatmu akan pergi sebentar lagi. Cepat masuk." Keduanya terkejut saat mendengar ucapan Siwon. Dengan berat hati Changmin melepas genggaman Sooyoung. Melepas gadis itu pergi jauh.
"Kau jaga diri disana. Jangan lupa makan. Jangan terlalu lelah. Awas jarimu tergores pisau. Jangan lupa mandi sore. Jangan teledor meletakkan ponsel. Jangan ceroboh tertidur di meja makan saat memasak. Kau harus baik-baik saja Soo. Aku mencintaimu." ucap Changmin. Ia melepas genggamannya di tangan Sooyoung. Lalu tersenyum.
Sooyoung menatap manik mata indah itu. Ia terpaku. Tanpa memikirkan apapun lagi, dibingkainya wajah Changmin dan mengecup bibirnya lama. Seolah menyimpan rasa manis untuk mengobati rindunya pada pemuda ini di benua yang akan dipijaknya. Ciuman itu, pertama baginya untuk seseorang yang selama ini menopangnya. Shim Changmin.
"Aku pergi, jaga dirimu. Shiksinku," bisiknya tepat di telinga Changmin. Tak peduli akan keterkejutan pemuda itu atas ulahnya. Ia pun mengusap pelan wajah Changmin sebelum membalikkan tubuhnya. Meninggalkan pemuda itu sementara waktu di benua ini. Dan ia bertekad, saat kembali nanti, Changmin adalah orang pertama yang ia cari.



*tbc*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar