Senin, 13 Mei 2013

fanfiction :: "You are a Song in My Heart" *4


Zhoumi terdiam menatap sebuah foto. Menatap hasil cahaya yang terperangkap dalam kertas itu. Tangannya memutar gambar itu. Ia menatap deretan tulisan rapi di belakangnya.

"My name is Song Qian. I take picture with my boyfriend. He is Zhoumi. Oops, you can not call Zhoumi to him! But you must call him Tuan Muda, because he is prince. Kkk~
Only me and his parents can call his name. I love him. Today is anniversary our relationship. I hope he always love me and safe our love. I miss you, my prince..."
P.S : Sorry if my english languange not good
Signature : Hug+Kisses from your Cinderella :)


Senyum tercetak jelas di bibir tipisnya. Ia merindukan Qian-nya yang sudah lama ia tinggalkan. Ia merindukan gadis ceria itu. Senyumnya, sikap manjanya, cubitannya, tawanya, suaranya, rajukannya. Ia terlalu merindukan gadis permen itu.
Ya...
Menurutnya, Qian adalah permen. Gadis itu manis dan membuatnya suka. Sampai kapanpun Qian adalah permennya. Ia tak akan memberikannya kepada orang lain. Hanya ia yang boleh merasakan manis permennya. Bukan orang lain. Jemarinya menelusuri lekuk wajah Qian di foto itu. Senyum Qian yang menawan. Bahkan ia tak bisa berpaling kepada gadis lain yang dipilihkan ibunya. Cintanya hanya untuk gadis bernama Song Qian.
Drrrttt... Drrrttt...
Ponsel di hadapannya bergetar pelan. Layarnya yang semula mati berkedip-kedip. Disimpannya foto itu. Meraih ponselnya. Ada secercah harapan di hatinya saat ia tahu ada panggilan masuk dari orang yang ditunggunya.
"Ya..." ucapnya tanpa basa-basi setelah menerima panggilan itu.
"............"
Senyum tercetak di bibir tipisnya saat apa yang ia harapkan ternyata terjadi. Bukanlah ilusi atau omong kosong yang membuatnya kecewa. Ia memutus sambungan itu. Menyimpan foto Qian di laci meja kerjanya. Lalu berdiri. Ia harus bertindak cepat.

**

"Soo..." Changmin berlari mengejar Sooyoung yang melangkah cepat di koridor kampus.
Gadis itu menghentikan langkahnya saat ia rasa tangannya dicekal. Ia menghembuskan nafas panjang.
"Ada apa?" tanyanya.
"Kau belum menjelaskan padaku apa yang terjadi pada dirimu. Kemarin kau pulang begitu saja." ucap Changmin sambil menatap mata Sooyoung.
"Aku tak apa-apa. Aku baik-baik saja." ucap Sooyoung dingin.
"Tapi keadaan yang terjadi tidak seperti itu Sooyoung-ah!" ucap Changmin. Nada suaranya mulai meninggi.
"Kau tahu apa tentang aku?" tanya Sooyoung dengan sinis.
"Aku tahu kau melebihi kau tahu dirimu sendiri!" bentak Changmin. Sooyoung berusaha melepas cekalan Changmin.
"Aku tak akan melepasmu sebelum kau menjelaskan padaku apa yang terjadi padamu!"
"Aku tak apa-apa!"
"Kau bohong. Aku tahu dirimu!"
"Kalau begitu berhenti memahami aku Shim Changmin! Kau bukan siapa-siapaku!" bentak Sooyoung membuat Changmin terkesiap. Cekalannya di tangan Sooyoung melonggar. Ia terpaku.
"Aku menyukaimu, Soo..." gumam Changmin. Sooyoung menghela nafas pelan.
"Berhenti menyukaiku, aku bukan orang yang baik..." ucap Sooyoung.
"Kau orang baik, Soo. Aku tahu alasan kau melarangku menyukaimu. Kau menyukai Kyuhyun kan?" ucap Changmin. Sooyoung menatap Changmin lesu. Ia melepas genggaman Changmin.
"Aku harus segera pergi..." ucap Sooyoung. Changmin menatap Sooyoung yang melangkah menjauhinya.
Kenapa menggenggammu untuk disisiku sangat sulit? Batinnya.

**

Sooyoung mematung di hadapan lokernya. Ia menatap kosong ke dalamnya.
Kriett...
Pintu di belakangnya terbuka. Ia menoleh. Mendapati Changmin masuk ke dalam ruangan khusus pegawai dengan tatapan dingin. Bahkan pemuda itu tak menyapanya ataupun menoleh ke arahnya. Ia tahu Changmin marah setelah kejadian di kampus tadi. Entah marah pada dirinya, atau marah pada keadaan. Yang jelas penyebab kemarahan Changmin adalah dirinya sendiri.
Dan ia masih terpaku menatap pemuda itu yang mulai melepas pakaian di tubuhnya. Hendak berganti dengan baju kerjanya sebagai kasir. Dan ketika Changmin melepas ikat pinggangnya, hendak membuka celananya, ia terkejut.
"Biarkan aku keluar dulu Changmin-ah..." ucapnya pelan. Ada rasa takut di hatinya untuk bicara kepada Changmin.
"Cepatlah, aku harus segera bertugas menggantikan Qian nuna bertugas...." ucap Changmin datar. Membuat Sooyoung terkejut. Changmin tak pernah seperti itu padanya. Sikapnya sangat hangat meski Sooyoung sering membuatnya susah dan terbebani.
Tanpa bicara sepatah katapun, Sooyoung segera keluar dari kamar ganti. Dan tepat saat ia hendak membuka pintu, seseorang telah membuka pintu dari luar.
"Kau kenapa?" tanya seseorang saat pintu terbuka. Sooyoung memaksa tersenyum. Ia tak ingin Qian curiga dengan apa yang terjadi pada dirinya dan juga Changmin.
"Aku kira kau sudah di dapur membantu Ryeowook dan Sungmin oppa." ucap Qian.
"Aku baru selesai ganti baju eoni..." ucapnya.
"Oh..." sahut Qian. "Apa Changmin di dalam?" tanyanya kemudian. Sooyoung mengangguk. Ia memberikan Qian jalan supaya bisa masuk.
"Aaaaaaaa!!!" Qian berjalan dan terkejut saat melihat Changmin sedang memakai celana. Gadis itu segera berlari menghampiri Sooyoung dan memeluknya erat.
"Changmin sialan! Kenapa tak bilang sedang memakai celana?!" gerutu Qian. Sooyoung terkekeh.
"Nuna saja yang tak mengerti kenapa aku lama dan tak bersuara." sahut Changmin. Tanpa rasa malu pemuda itu mengenakan celananya.
"Aku kira kau sudah selesai." ucap Qian. Ia melepas pelukannya di tubuh Sooyoung.
"Tapi nuna suka kan melihatku seksi seperti tadi?" goda Changmin. Qian melangkah ke arah pemuda itu dan menjitak kepalanya.
"Awww..." ringis Changmin. "Sakit, nuna..." ucap pemuda itu.
Sooyoung yang berdiri di ambang pintu hanya tersenyum getir melihat keakraban mereka. Changmin pasti membencinya.
"Kau sedang apa disitu Sooyoung-ah?" tanya Qian membuyarkan lamunannya.
"Ah, aku harus segera ke dapur..." ucapnya kemudian menghindar dari ranjau pertanyaan Qian berikutnya. Ia pun berlari diiringi tatapan Changmin yang penuh arti terhadapnya.
"Keluar kau. Sekarang jam kerjamu. Aku mau pulang!" usir Qian. Changmin terkekeh.
Ia segera keluar dari ruang pegawai. Meninggalkan Qian yang langsung berlari mengunci pintunya.
"Qian nuna menyukai Changmin yang tampan. Changmin seksi menurutnya..." teriak Changmin menggoda Qian dari luar ruangan.
"Yak, siapa yang menyukaimu? Dan siapa yang seksi Choikang?" sahut Qian kesal.
"Aku mengintipmu nuna..." ucap Changmin.
"Akan kubuat matamu buta Choikang kekasih kulkas!" sahut Sooyoung membuat Changmin terkikik.
"Ah, itu menakutkan." sahut Changmin.
"Sialan kau Choikang!" desis Qian.

**

Qian melangkah ringan di sepanjang jalan menuju rumah sewanya. Daun maple yang berguguran terbang saat angin berhembus. Sebuah pemandangan indah yang dinikmati oleh seorang pemuda yang berjalan santai mengekorinya. Pemuda itu mempercepat langkahnya hingga berjalan di samping Qian.
"Kau sendirian?" sapanya ramah membuat Qian terkejut mendapati seseorang di sampingnya. Ia pun lantas mendongak.
"Zhoumi..." gumamnya saat mengetahui siapa sosok jangkung dengan mantel abu di sampingnya.
"Bagaimana harimu? Apakah menyenangkan?" tanya Zhoumi lagi. Ia menoleh menatap Qian yang masih terlihat terkejut atas keberadaannya.
"Ya?" sahut Qian bingung. Haruskah ia menjawab pertanyaan Zhoumi yang diyakininya sebagai basa-basi.
"Ck, kau ini. Aku sudah bertanya dua kali tapi kau tak memberikan respon apapun..." ucap Zhoumi. Ia merangkul Qian. Membuat gadis itu terlonjak.
"Bagaimana jika kita ke Namsan Park? Menarik bukan?" ajak Zhoumi. Qian masih diam. Ia belum cukup yakin bahwa ini kenyataan.
"Kau diam saja Qian. Ayo jalan..." ajak Zhoumi. Mereka melangkah menuju halte.

**

Qian menatap mega yang berwarna jingga. Burung layang-layang terbang mengepakkan sayapnya di langit sore. Sesekali terdengar suara burung gagak yang senang karena hari mulai menyambut malam. Di sampingnya Zhoumi berdiri masih menggenggam erat tangannya. Sehingga Qian merasa hangat menjalari tubuhnya di tengah angin musim gugur yang berhembus cukup kencang. Mungkin minggu depan sudah akan turun salju.
"Disini indah ya. Meski tak seindah di Victoria Peak. Tapi setidaknya ada kau di sampingku..." ucap Zhoumi memeceh sepi di antara mereka. Qian masih diam. Ia tak tahu harus mengatakan apa. Semua yang terjadi padanya sore ini seperti hadiah dari Tuhan. Semuanya seperti de javu, seperti re-run apa yang terjadi pada mereka di tanggal 7 April beberapa tahun lalu. Membuatnya terkejut dan senang.
"Zhoumi..." panggilnya kemudian. Pemuda itu menoleh.
"Ya..." sahutnya.
"Kau mengingatku?" tanya Qian membuat pemuda itu tersenyum. Ia mengelus puncak kepala Qian.
"Kenapa kau menanyakan orang yang bahkan tak pernah aku lupakan, Qian..." jawabnya. Qian bernafas lega.
"Tapi kenapa saat sebulan lalu kau sangat acuh padaku? Kau bahkan tak mengenaliku..."
"Aku takut itu bukan kau, Qian. Aku ragu. Aku takut itu orang lain yang sekedar mirip denganmu. Aku takut jika aku tak bisa mengendalikan hatiku yang terlalu merindukanmu. Aku takut jatuh cinta padanya. Aku takut Qian. Aku tak mau posisimu terganti."
"Kau bisa dengan mudah mengganti posisiku kapanpun kau mau, Zhoumi."
"Aku tak ingin mengganti posisimu, terlebih lagi jika itu hanya karena kesalahanku."
"Tapi aku tak akan selamanya di sampingmu."
"Jangan berkata seperti itu. Kau untukku, aku untukmu."
Mereka terdiam. Angin berdesau pelan. Menerbangkan helaian poni Qian yang menutupi keningnya.
"Maafkan aku, Qian..." ucap Zhoumi pelan. Qian membisu. Seolah hembusan angin membekukannya. "Qian, kau boleh membenciku setelah aku meninggalkanmu di hari-hari yang lalu..." tambah Zhoumi membuat Qian tersentak.
Membencinya? Apakah ia bisa? Cintanya hanya untuk Zhoumi. Perlahan genggaman tangan Zhoumi melonggar. Membuat Qian cemas jika Zhoumi akan melepasnya setelah mengajaknya terbang sehingga membuatnya terjatuh. Memang belum terlalu tinggi dan jauh, tapi ia takut. Ia takut sakit dan kehilangan. Terlebih untuk kali kedua oleh sosok yang sama.
"Apa aku harus membencimu?" tanya Qian parau. Mata besarnya mulai berkaca.
Zhoumi menghela nafas.
"Aku menyakitimu. Semua di tanganmu. Aku akan mengikuti semua yang kau pilih." ucap Zhoumi lirih. Ia mengalihkan pandangannya menatap langit.
"Apa pilihan yang kau beri? Aku tak akan memilih jika pilihan itu tak ada. Aku tak tahu apa yang harus kupilih jika kau tak memberikanku pilihan Mi..."
Kembali sepi. Keduanya terdiam. Keduanya sibuk memikirkan sebuah pilihan tepat yang bahkan tak tahu apa yang harus dipilih dalam sebuah pilihan.
"Semua di tanganmu Qian. Menerimaku kembali atau meninggalkanku seperti aku meninggalkanmu dulu..." Zhoumi memecah sepi. Ia tak tahan berada di posisi yang sama sekali tak ia inginkan. "Apapun pilihanmu, posisimu di hatiku tak akan tergeser sedikitpun." tambahnya.
Qian sudah menjatuhkan butiran air yang mengembun di pelupuk matanya sedari tadi.
"Kenapa kita harus berada di posisi ini, Mi?" tanya Qian. Ia tak tahu harus memilih mana di antara dua pilihan yang Zhoumi ajukan. Kembali menerima Zhoumi ia takut jika pemuda itu akan meninggalkannya lagi. Namun jika ia memilih pergi meninggalkan Zhoumi, dimana letak ketulusan itu? Bukankah berarti ia egois? Membawa masa yang sudah jauh berlalu ke dalam kehidupannya kini. Ia tak ingin meninggalkan Zhoumi dan tak ingin ditinggalkan Zhoumi.
"Ibu yang memintaku meninggalkan China, Qian. Aku tak tahu apa alasannya. Ibu menangis di hadapanku. Ibu memohon padaku Qian. Aku tak bisa menolak. Aku menyayanginya seperti aku menyayangi kau dan mendiang ibu biologisku..." Zhoumi bercerita apa alasan ia pergi tanpa meninggalkan jejak apapun pada Qian di hari itu. "Aku tak ingin kau menderita karena aku akan pergi, makadari itu aku memilih hilang seperti ditelan bumi." tambah Zhoumi.
Qin merutuki dirinya sendiri. Kenapa ia tak bertanya alasan Zhoumi pergi? Ia malah sibuk menata hatinya dan bingung menentukan pilihan.
"Pilihanku adalah bersamamu Mi, apapun yang terjadi... Maaf aku egois." ucap Qian kemudian. Zhoumi terhenyak.

**

Zhoumi berjalan santai di trotoar sepanjang Myeondong. Tangan kirinya menggenggam erat jemari Qian yang tertaut di jemarinya. Ia memasukkan tangan mereka ke saku mantel yang dipakainya.
"Kau gadis permen, Cinderella, Victoria-ku..." ucap Zhoumi. Qian terkekeh.
"Apa itu?"
"Kau manis dan membuatku suka, seperti permen. Aku pangeran dan kau Cinderella. Dan kau, keberuntungan untukku." terang Zhoumi.
"Victoria, aku suka nama itu."
"Aku suka semuanya. Kau harus melahirkan tiga putri cantik untukku. Akan aku beri nama Candy, Cinderella, dan Victoria..." Qian terkekeh.
"Anything for you. But waiting until we married..." sahut Qian. Zhoumi mendengus.
"Kau pikir aku bad boy yang akan melakukan hal khusus sebelum menikah?"
"Hal khusus?" Qian mengernyit.
"Ya, membuat bayi bukankah itu hal khusus?"
"YAK! Dasar otak kotor." gerutu Qian. Zhoumi tertawa lebar.
Hari ini terlalu indah baginya. Saat Tuhan mengembalikan hadiah terindah di hidupnya, keajaiban yang sangat dicintainya.

~tobecontinue.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar