Sabtu, 18 Mei 2013

Drabble : "Chrysanthemum"


Pemuda itu menatap seorang gadis yang duduk menatap air hujan di luar. Kaca di bagian luar sudah basah, menciptakan embunan di bagian dalam. Hujan di musim semi. Cuaca cukup dingin mengingat hawa musim dingin belum betul-betul pergi.

Perlahan kaki panjangnya melangkah, menghampiri sosok yang tengah memunggunginya bahkan mungkin tak menyadari keberadaannya. Matanya menatap tiga tangkai bunga di genggamannya. Sesuai dengan takdir, jadi ia membawanya.
"Lisa-ssi..." panggilnya pelan. Sosok itu menoleh, menatap bingung ke arahnya.
"Nathan-ssi, ada apa?" tanyanya.
"Ng, ng..." Nathan, pemuda itu tergagap saat hendak bicara. Kata-kata yang telah rapi disusunnya tercekat saat tatapan mereka beradu. Membuatnya merasa canggung dan gugup.
"Ada yang bisa kubantu?" tanya Lisa lagi. Nathan masih diam. Bisa ia lihat kantung mata gadis itu menghitam dan matanya yang cukup sembab, mungkin karena ia terlalu mendramatisir akhir hubungannya dengan pemuda bernama Lee Sungmin itu. Ah tidak, bukankan air mata diciptakan Tuhan untuk mengungkapkan perasaan sedih di hati atau bahagia tak terbendung. Dan Nathan tahu, air mata Lisa adalah kepedihan. Mana mungkin gadis ini menangis senang saat orang istimewa dalam hidupnya itu mengakhiri hubungan mereka dan menerima perjodohan yang ditawarkan orangtuanya.
"Nathan-ssi..." Panggilan Lisa menariknya paksa ke dalam realita.
"Ah, maaf..." ucapnya kikuk.
"Ada apa?" tanya gadis itu lagi.
"Ini untukmu..." Tanpa basa-basi Nathan menyerahkan tiga tangkai krisan berbeda warna kepada Lisa. Gadis itu menerimanya. Namun air mukanya cukup menyiratkan kebingungan.
"Tiga tangkai krisan untukmu dengan arti berbeda pula..." terang Nathan. "Putih untuk kejujuran, merah untuk cinta, dan kuning untuk cinta tanpa balasan."
"Maksudmu?"
"Ah, maaf aku terlalu lancang. Tapi aku tak bisa menahannya. Aku jujur mencintaimu, dan aku tahu cinta ini hanya sepihak. Maaf Lisa-ssi," ucap Nathan. Ia membalikkan tubuhnya hendak pergi.
"Tunggu, aku rasa aku tak membutuhkan krisan kuning ini..." ucap Lisa membuat langkah Nathan terhenti.
"Maksudmu?" tanya Nathan tanpa membalikkan tubuhnya. Ia takut salah mendengar.
"Aku menerimamu..." ucapan gadis itu seperti angin yang membawanya terbang. Dan ia berjanji, menjadi obat untuk luka di hati Lisa.

-fin-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar