Senin, 13 Mei 2013

fanfiction :: "You are a Song in My Heart" *7


Kyuhyun menarik Qian di trotoar. Tak peduli dengan rontaan gadis itu. Tak peduli juga Qian yang sudah mulain menangis.
"Lepas!" ucap Qian. Kyuhyun menghentikan langkahnya. Ia menatap tajam ke arah Qian.
"Kemana saja kau? Kau tak peduli bagaimana perasaanku? Perasaan ibu. Kau menghilang begitu saja, nuna. Kau pikir kami tak mengkhawatirkanmu. Dan lelaki tadi, siapa dia? Kenapa kau bisa bersamanya?" ucap Kyuhyun panjang lebar. Nafasnya terengah. Ia masih menatap Qian yang juga menatapnya.
"Khawatir? Apa yang harus kalian khawatirkan? Ibumu menjualku Cho Kyuhyun! Apa aku harus kembali ke rumahmu? Jika kalian butuh uang, kalian tinggal bilang padaku! Aku akan mencarinya. Tapi jangan menjualku! Kau pikir aku barang?!" bentak Qian. Nafasnya terengah. Air matanya entah sejak kapan sudah bercucuran. Kyuhyun memijit pelipisnya. Mereka masih diam berdua. Tak peduli dengan tatapan heran para pejalan kaki yang berlalu lalang.
"Apa maksudmu?" tanya Kyuhyun.

"Kau ingat malam itu saat aku hilang? Ibumu menyuruhku pergi ke sebuah hotel. Ibumu bilang ibu kandungku ada disana, menungguku, ingin bertemu denganku. Dan kau tahu apa yang terjadi setelah aku tiba disana? Aku hampir di perkosa Cho Kyuhyun! Ibuku tak ada disana! Disana hanya ada seorang tua bangka yang memukulku. Dia mengatakan jika ibumu telah menjualku padanya. Tapi aku berhasil keluar dari sana. Kau tahu, aku bahkan tak tahu harus melangkah kemana saat itu. Aku menyayangi bibi Cho, tapi... Kenapa harus seperti ini? Kenapa bibi Cho membohongiku? Kenapa Kyu?" tanya Qian. Suaranya melemah. Ia kembali menangis. Kyuhyun tercengang mendengarnya.
"Kau salah paham, nuna..." ucapnya.
"...." Kyuhyun menarik kembali tangan Qian menuju halte bus.
"Lepas Kyu, kita akan kemana?"
"Membawamu ke ibu. Supaya ibu bisa menjelaskan semuanya padamu agar kau tak salah paham. Mengerti!" bentak Kyuhyun. Qian hanya diam. Melangkah lemas mengikuti arah jalan Kyuhyun.

***

"Qian? Kyuhyun?" Perempuan paruh baya itu sontak langsung berdiri saat melihat putra semata wayangnya membawa seorang gadis yang tengah menjadi subjek pembicaraannya bersama sahabatnya.
"Qiannie, akhirnya kau pulang nak. Ibu merindukanmu. Bagaimana kabarmu? Apa kau baik-baik saja? Makan dengan baik? Kau tahu, ibu mencemaskanmu, nak. Bahkan ibu kandungmu pun mencemaskanmu..." ucap perempuan itu sambil memeluk Qian. Gadis itu hanya diam. Ia tak tahu apa yang terjadi dan itu membuatnya bingung harus bersikap seperti apa.
"Nuna salah paham bu. Saat bibi tak datang ke tempat yang telah ditentukan, tempat itu telah disewa oleh seorang pria. Dan saat Qian nuna masuk, pria itu menyangka nuna adalah wanita bayaran. Nuna hampir diperkosa. Dan pria itu mengatakan jika ibu menjualnya. Tapi nuna jagoan, ia berhasil kabur, meski ia berpikir ibu menjualnya." ucap Kyuhyun setelah meneguk segelas air untuk membasahi tenggorokannya.
"Benarkan Qian? Ya Tuhan, maafkan ibu..." ucap seorang wanita.
Qian melepas pelukan ibu Kyuhyun. Ia melihat sosok wanita lain yang berdiri di belakang ibu Kyuhyun. Menelisik cara berpakaian wanita itu. Sepertinya ia pernah melihat wanita ini.
"Anda siapa?" tanyanya. Wanita itu tersenyum dan memeluk Qian.
"Ibu merindukanmu, Song Qian..." bisiknya membuat Qian menegang. Tangannya terulur untuk memeluk orang yang telah melahirkannya itu.
"Ibu..." ucapnya pelan nyaris tanpa suara.
"Ya sayang..." balas wanita itu. Qian menangis di pelukan ibunya. Akhirnya ia bisa memeluk sosok yang selama ini ia rindukan.
"Kenapa ibu baru datang?" tanyanya.
"Ibu selalu ada di belakangmu nak, kau tak pernah melihat ke arah ibu. Ibu selalu bersembunyi. Ibu menunggu saat-saat seperti ini." jawab wanita itu membuat Qian mengeratkan pelukannya.
"Ibu. Jangan pernah pergi dariku...." pinta Qian.

***

Sooyoung duduk menatap Changmin yang berbaring di sampingnya. Tatapan pemuda itu mengarah ke langit malam. Memperhatikan jutaan rasi yang bertabur di langit.
"Changmin-ah..." panggilnya.
"Hmmm..." Pemuda itu berdeham pelan.
"Kenapa kau bisa menyukaiku?" tanya Sooyoung. Changmin bangkit dari posisinya. Duduk menghadap ke arah Sooyoung.
"Aku tak tahu..." Sooyoung mengernyitkan dahi.
"Kenapa?"
"Yang aku tahu adalah aku nyaman saat berada di dekatmu. Aku tak bisa bernafas dengan baik saat kau bersama Kyuhyun. Aku selalu ingin kau di dekatku agar aku tak perlu merasa khawatir. Aku selalu ingin kau tersenyum..." ucap Changmin. Sooyoung menunduk. Menyembunyikan rona di wajahnya.
"Aku tak akan membuatmu cemas lagi. Aku tak akan membuat kau bernafas dengan buruk. Aku akan selalu di sampingmu, menggenggam tanganmu, berdiri di sampingmu, tersenyum untukmu." ucap Sooyoung. Changmin tersenyum. Ia kembali berbaring. Menggunakan paha Sooyoung sebagai bantal untuk kepalanya.
"Tetaplah seperti ini. Aku menyukai saat seperti ini."
"Berjanjilah untuk tidak menyukai Kyuhyun dan cari pemuda yang lebih baik. Aku sebagai sahabatmu akan mendukungmu." ucap Changmin.
Sooyoung menjentik hidung Changmin.
"Aku tak bisa memilih di antara kalian. Terimakasih telah hadir dalam hidupku, menjagaku dan membuatku senyum..." ucap Sooyoung.
"Maaf aku selalu membuatmu menangis." ucap Changmin. Sooyoung tersenyum tipis lalu mengangguk.
Mereka masih disana. Di atas atap restoran. Menatap rasi bintang. Ini malam yang indah. Memberi pelajaran. Tentang cinta dan tentang perasaan. Cinta memang tak harus memiliki. Mereka saling membutuhkan tapi mereka tahu, untuk saat ini hubungan mereka hanya bersahabat. Tidak bisa lebih. Karena mereka tahu, waktu dan takdir yang akan menjawab apa yang mereka inginkan. Bukan ego yang bisa membuat semuanya hancur.
Angin berdesir lembut. Dan jutaan serbuk putih mulai turun perlahan. Membuat senyum merekah di bibir mereka. Salju pertama musim dingin.

***

Zhoumi meneguk wine di gelasnya. Menatap cairan di gelas tinggi itu.
Drrrttt....
Ponselnya bergetar. Ia meraihnya. Mendapati sebuah panggilan masuk dari Qian.
Ditekannya tombol berwarna hijau di gadget itu.
"Hallo..." ucapnya datar.
"....."
"Aku tak apa-apa...." jawabnya datar saat Qian menanyakan keadaanya.
"....."
"Ya sudah, besok kita bertemu di cafemu..." ucap Zhoumi membuat keputusan pada akhirnya. Ia menekan tombol merah di ponselnya. Sambungan terputus dan ponselnya mati. Ia tak peduli dengan gerutuan Qian di seberang sana. Pikirannya masih dipenuhi kejadian tadi sore. Saat seorang pemuda menarik tangan Qian dari genggamannya.
"Qian adalah kekasihku..." Bahkan ucapan pemuda itu masih terngiang di telinganya. Dan sikap Qian seolah mengiyakan bahwa ia memang kekasih pemuda itu. Qian yang diam saja tanpa penolakan hanya menangis. Seperti tertangkap basah. Apa benar jika mereka? Ah entahlah. Memikirkannya membuat kepalanya sakit.
"Mi..." panggilan seseorang membuatnya menoleh dan mengembangkan senyum.
"Kau sedang minum?" tanya ibunya. Ia mengangguk. "Ada masalah apa?" tanya ibunya lagi. Ia menggeleng.
"Diluar dingin, bu. Makadari itu aku minum. Ibu sepertinya senang sekali..." ucap Zhoumi.
"Sangat senang nak. Kau tahu putri ibu yang sudah lama tinggal dengan sahabat ibu lalu beberapa minggu kemarin dia menghilang, kini ibu bertemu dengannya nak. Ibu memeluknya." ucap ibunya antusias. Zhoumi tersenyum. Turut senang dengan kebahagiaan sang ibu yang telah bertemu dengan putri kandungnya.
"Ibu berniat membawanya tinggal disini?" tanya Zhoumi.
"Jika kau mengizinkan. Jika tidak, ibu akan membelikannya apartemen..." ucap ibunya.
"Disini saja bu, supaya rumah ini tidak terlalu sepi...." ucap Zhoumi.
"Baiklah. Ibu akan segera membawanya kemari."
"Apa ibu memiliki fotonya? Apa boleh aku melihatnya?"
Ibunya tersenyum lalu mengambil sebuah foto yang terselip di dompetnya. Rahang Zhoumi mengeras saat melihat foto itu. Bagaimana sebuah kemungkinan ini ada padanya?
"Cantik tidak? Itu foto terbarunya. Namanya Song Qian. Ibu berencana akan menjodohkannya dengan Wu Yi Fan. Putra rekan ayah. Ayah sudah setuju."
Zhoumi hanya mematung. Membisu dan diam. Ia tak tahu harus memberikan respon apa. Berpura-pura senangkah? Itu sulit. Mengetahui kenyataan yang pahit tentang belahan jiwa yang ternyata adik tirinya sendiri. Matanya panas.
"Mi, maafkan ibu nak. Kau mengenal perempuan ini?" ucap ibunya membuat lamunan Zhoumi terbuyar. Ia menatap ibunya, lalu mengangguk.
"Kau tahu kenapa dulu ibu meminta kau pergi dari China?" Zhoumi diam.
"Ada hubungannya dengan ini?"
"Ibu tahu saat itu kau berhubungan dengan Qian. Ibu tak mau kan menjalin hubungan dengannya. Ibu tak ingin menyakiti kalian di kemudian hari dengan kenyataan yang ada. Makadari itu ibu memintamu pergi dari China..." ucap ibunya. Zhoumi semakin merasa semuanya seperti drama. Ia menghela nafas. Mencoba meyakinkan ibunya bahwa ia baik-baik saja meski keterkejutan membuatnya merasa bodoh.
"Aku tak apa bu. Itu hanyalah cinta anak-anak. Ibu tak perlu khawatir. Aku sudah hilang kontak dengan Qian selama lima belas tahun. Kami bahkan belum pernah bertemu. Dia adikku bu, aku tak menyangka memiliki adik secantik dirinya." ucap Zhoumi. Ia memeluk ibunya.
"Maaf nak..."
"Tak apa bu, apa ibu lupa jika aku sudah memiliki kekasih?"
"Ah iya, kapan kau akan mengenalkannya apada ibu?" Zhoumi hanya tersenyum di pelukan ibunya. Hatinya perih mengetahui kenyataan dan takdir yang tak berpihak kepadanya.
"Tidak bu, bahkan aku aku tak akan bisa menemukan pengganti Qian. Seluruh hati dan nafasku bersamanya..." batin Zhoumi.
"Mi..." panggil ibunya. Pemuda itu memejamkan matanya pura-pura tertidur. Menghindari ucapan yang akan terlontar dari bibir ibunya.
Dalju masih turun di luar. Membuat hawa dingin dengan cepat menguasai udara. Malam musim dingin terburuk sepanjang hidup Zhoumi.

~tobecontinue.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar