Senin, 13 Mei 2013

fanfiction :: "You are a Song in My Heart" *1


Perempuan itu menangis di tepi trotoar. Tubuhnya penuh luka. Lebam dan memar. Pakaian yang dipakainya tidak mampu menutupi seluruh tubuhnya dari dinginnya angin malam musim gugur yang berhembus.
Ia menangis. Seorang diri di tengah keramaian pusat ibukota Korea Selatan. Sendirian tanpa ada yang bisa ia datangi untuk tempat berlindung. Ia tahu kehidupan ini kejam. Ia paham betul akan hal itu. Tapi yang tak ia sangka adalah ketika seseorang yang merawatmu melebihi orangtua kandungmu dengan teganya menjerumuskan dirimu ke dalam lubang hitam kehidupan. Membuatmu seolah sampah masyarakat yang tak berguna.
Air matanya masih tumpah ruah. Membasahi seluruh wajahnya. Ia melangkah hendak menyeberang jalan. Namun yang terjadi adalah....
Tiiiiinnnnn....
Bruuukkk.
Hanya silau yang mampu tertangkap indera penglihatannya sebelum ia rasakan lututnya bergetar dan ia tak tahu apa-apa. Karena semua tiba-tiba menjadi gelap.


**

Zhoumi nama pemuda itu. Ia melangkah memasuki sebuah kamar di salah satu mansionnya. Melihat keadaan gadis yang semalam ia tabrak. Ah tidak, realitanya bukan seperti itu. Karena gadis itu sudah ambruk sebelum Zhoumi menabraknya. Bahkan jarak antara mobilnya dan tubuh gadis itu bisa dibilang cukup jauh.
Ia duduk di tepi ranjang. Membenahi letak poni gadis itu. Tatapannya terarah pada luka lebam di sudut bibir gadis itu. Ia menghela nafas.
"Tuan muda, kami sudah siapkan baju ganti untuk nona--" ucapan salah satu pelayannya terhenti membuat Zhoumi juga ikut terpaku. Ia tak tahu siapa nama gadis itu.
"Dia Victoria, Bibi Han. Dia temanku saat di China. Kemarin ia hampir tertabrak mobil." selanya kemudian menjelaskan siapa gadis yang tak dikenalnya ini. Membuat sebuah skenario agar para pelayannya tak curiga dan berpikir macam-macam lalu melaporkan kepada orangtuanya. Toh setelah gadis ini sadar pun Zhoumi kan segera mengantarnya pulang, dan semua selesai.
"Ah saya letakkan disini Tuan Muda..." ucap pelayannya kemudian. Zhoumi mengangguk.
"Aku akan ke kantor. Aku titip Victoria padamu. Jika sudah sadar suruh tunggu aku kembali saat makan siang." ucapnya memberi perintah.
"Baik Tuan Muda, saya paham..." ucap pelayan itu. Zhoumi melangkah pergi keluar kamar.

**

Song Qian...
Gadis itu membuka perlahan kedua kelopak matanya. Ia mengernyit saat merasakan pening yang menyerang kepalanya. Lalu mengerjapkan matanya. Memperhatikan sekelilingnya. Ruangan besar dengan perabot mewah.
Ia bangkit dari posisinya. Lalu duduk memeluk lutut di atas ranjang. Potongan kejadian semalam terputar kembali di benaknya. Ibu angkatnya dengan tega menjualnya kepada salah satu kasino terkenal untuk dijadikan perempuan sewaan.
Air matanya mengalir perlahan. Turun membasahi kedua pipinya. Sekujur tubuhnya nyeri akibat tendangan dan pukulan yang ia terima. Dan... Hatinya perih.
Krieeett...
Pintu terbuka. Ia melonjak terkejut. Segera disekanya air mata di pipinya.
"Ah, nona sudah bangun..." ucap seorang pelayan dengan ramah. Qian mengangguk.
"Ya, bibi..." sahutnya sambil tersenyum.
"Sekarang nona bersihkan tubuh dahulu. Tuan Muda berpesan bahwa nona harus menunggu Tuan Muda kembali saat makan siang tiba." ucap pelayan itu. Qian mengangguk meski hatinya bertanya siapa "Tuan Muda" yang dimaksud pelayan tadi.
"Baik, bibi..." ucap Qian.
"Pakaian nona muda sudah saya siapkan di kamar ganti. Kalau begitu saya permisi." ucap pelayan itu sambil membungkuk. Qian hanya mengangguk lantas mengembangkan senyumnya.
Setelah pelayan itu benar-benar keluar dari kamar yang ia tempati, ia melangkah ke kamar mandi. Menatap pantulan tubuhnya di cermin. Banyak terdapat luka memar dan lebam. Terutama di wajahnya. Tangannya terulur menyentuh luka yang ada di sudut bibirnya. Berwarna keunguan dan sedikit membengkak.
"Ssshh, auu..." Ia meringis pelan saat menekan luka itu.
Dibukanya pakaian yag membalut tubuhnya. Bukan sepotong gaun malam yang menampilkan lekuk tubuhnya. Melainkan sepasang piyama untuk pria berwarna biru gelap yang sangat longgar membungkus tubuhnya. Mungkin milik orang yang sipanggil "Tuan Muda" oleh pelayan tadi.
Qian membersihkan tubuhnya segera. Ia tak boleh terlalu lama. Jam makan siang sudah hampir tiba, ia harus mengucapkan terimakasih kepada pemilik rumah ini dan segera pergi. Mungkin ada baiknya jika ia kembali ke Shanghai. Mengais rezeki dan menjalani kehidupan di negara asalnya, China. Setidaknya disana aman. Tak ada bibi Cho yang akan menjualnya kepada laki-laki hidung belang yang brengsek. Hampir saja ia kehilangan harga dirinya semalam jika ia tak segera kabur. Dan dengan penuh perjuangan akhirnya ia bisa keluar dari neraka itu, meski di tubuhnya penuh dengan luka lebam.

**

Zhoumi, pemuda itu menatap kosong tumpukan berkas yang sudah ditandatangani olehnya. Mungkin raganya masih di kantor, namun pikirannya sudah melayang. Entah kemana. Yang jelas perempuan yang semalam ia bawa ke rumahnya bukanlah sosok asing untuknya. Entahlah, karena hati kecilnya berkata bahwa gadis itu adalah masa lalunya. Masa lalu terindahnya tujuh tahun lalu. Saat ia masih berstatus sebagai pelajar di Victex International.
Senyumnya mengembang saat melihat masa-masa itu. Ingatannya berputar ke saat itu. Melakukan perjalanan dimensi waktu. Dimana saat ia dan gadis itu sempat menjalani saat bahagia.


Shanghai-China
7 April 2004

"Song Qian..." panggil seseorang. Gadis berkepang dua itu menoleh. Mata besarnya menelisik ke arah seseorang di hadapannya.
"Kau siapa?" tanyanya polos. Tatapan beningnya membuat pemuda yang sedari tadi mengikutinya tersenyum senang. Sudah lama ia menyukai tatapan bening itu. Seolah tatapan itu bisa jujur menjabarkan isi hati pemiliknya.
"Aku, kau tak tahu siapa aku?" tanya pemuda itu. Qian diam. Menelisik wajah pemuda di hadapannya. Matanya, hidungnya, rambut model spike berwarna coklat tua keemasan yang tertata rapi.
"Aku Zhoumi..." ucap pemuda itu membuyarkan pikiran Qian. Gadis itu terkejut saat mendengar nama itu. Ia membungkukkan tubuhnya.
"Maaf Tuan Muda, aku tak tahu jika anda--"
"Aku senang kau tak tahu siapa aku..." potong Zhoumi sebelum Qian sempat menyelesaikan kalimatnya.
"Eh?" Qian mendongak dan berdiri tegap. Ia mengernyitkan dahinya. Bingung akan ucapan Zhoumi.
"Semua gadis yang bahkan tak aku kenal selalu mengetahui tentang diriku. Mereka selalu memberikanku apa yang aku mau. Padahal aku masih mampu melayani diriku sendiri. Tapi kau berbeda. Kita satu sekolah, tapi kau tak mengenalku." ucap Zhoumi panjang lebar. Ia melangka mendekati Qian.
"Maaf Tuan Muda, aku tak--"
"Malam ini kutunggu kau di Victoria Peak pukul tujuh. Jangan telat." Lagi-lagi Zhoumi menyela ucapan Qian. Gadis itu menunduk.
Zhoumi tersenyum dan melangkah santai meninggalkan Qian.

Victoria Peak, First Date
7 April 2004

Qian berdiri di samping Zhoumi. Menikmati pemandangan indah China dari atas sana. Lampu-lampu kota beraneka warna menciptakan spektrum cahaya yang terlalu indah.
Ia menoleh ke samping. Menatap intens ke arah pemuda itu. Seniornya di Victex International. Anak tunggal dari pemilik Kawasaki Heavies Industries, perusahaan yang bergerak di bidang otomotif kendaraan terbesar di China.
Tampan...
Ya, Qian akui malam ini Zhoumi sangat sempurna. Tubuhnya yang tinggi dibalut kemeja panjang putih polos yang digulung hingga sikut. Dipadu dengan jeans berwarna biru muda. Sedangkan ia mengenakan dress berwarna shockpink yang sederhana.
"Apa aku terlalu tampan sehingga kau lebih memilih menatapku ketimbang pemandangan ini?" Pertanyaan Zhoumi membuat Qian terperangah. Wajahnya merah merona karena malu. Ia mengalihkan pandangannya.
"Maaf Tuan Muda." ucapnya gugup. Zhoumi tersenyum. Ia senang bisa melihat Qian tersipu dengan rona merah di wajahnya, membuat gadis bermarga Song itu terlihat sangat cantik. Dan yang lebih membuatnya senang adalah Qian memperhatikannya begitu intens. Seolah takjub akan dirinya.
"Semua orang memanggilku Tuan Muda dan aku mempersilakannya. Hanya orangtua dan kekasihku saja yang memanggilku Zhoumi..." ucap Zhoumi. Qian terdiam. Zhoumi memiliki kekasih? Lalu untuk apa pemuda kaya ini mengajaknya kesini? Suasana disini terlalu romantis bahkan.
"Kau memiliki kekasih?" tanyanya pelan.
"Panggil aku Zhoumi, Qian..." ucap Zhoumi membuat gadis berambut coklat itu diam. Menatap Zhoumi tak mengerti. Bukankah hanya kekasihnya yang boleh memanggil namanya?
Pemuda itu tersenyum menatap mata bening Qian yang lebih indah dari kerjapan lampu pijar di bawah sana atau kerlipan bintang malam di atas sana. Ia tahu benak Qian mempertanyakan maksud ucapannya tadi, bola matanya menyiratkan hal itu.
"Aku menyukaimu, Song Qian..." ucap Zhoumi kemudian. Memperjelas maksuda ucapan sebelumnya. Qian terbelalak.
"Tak mungkin, jangan bercanda Tuan Muda. Kau memiliki kekasih bukan?" sangkalnya. Ia tertawa sumbang.
"Aku ingin kau yang jadi kekasihku." ucap Zhoumi. Qian tertawa lebar. Membuat Zhoumi kesal karena gadis ini merusak rencana romantisnya.
"Apa aku harus melompat dari atas sini agar kau percaya?" ucap Zhoumi sambil berkacak pinggang. Qian menggeleng sambil mencoba menghentikan tawanya. Ia menyilangkan kedua tangannya di dada.
"Ckck, kau pasti salah orang Tuan Muda. Aku tahu banyak Qian lain di sekolah. Dan aku yakin bahwa Qian yang kau maksud bukan aku."
"Aku tahu banyak gadis bernama Qian di sekolah, karena nama itu pasaran. Tapi Qian dengan sikap konyolnya yang menghancurkan rencana romantis seorang pemuda yang ingin menyatakan perasaanya hanya kau. Apa yang harus aku lakukan agar kau percaya, bahwa Qian yang aku maksud adalah kau, Nona Song yang konyol?" ucap Zhoumi.
Ia ikut menyilangkan tangannya seperti Qian.
"Tuan Mu--"
Cup...
Perkataan Qian terhenti karena Zhoumi mengecup singkat pipinya.
"Aku menyukaimu. Dan kau harus menjadi kekasihku. Aku tak menerima penolakan Nona Song. Dan kau harus belajar mencintaiku. Paham?" ucap Zhoumi diktator.
Qian mengernyitkan alis.
"Ya Tuhan. Bagaimana mungkin ada seseorang yang datang padaku memaksaku jadi kekasihnya..." sahut Qisan sakratis.
"Itu aku." ucap Zhoumi. "Dan Ya Tuhan, bagaimana mungkin aku menyukai gadis konyol yang tak mengerti dengan suasana romantis di tempat seindah ini?" lanjut Zhoumi dengan bergaya sok imut.
"Menyebalkan. Apa kau tak bisa bersikap romantis dan tak membuatku berputar dengan ucapanmu? Kenapa tidak langsung ke intinya? Itu menyebalkan Tuan Muda Zhou!" ucap Qian sambil mengarahkan telunjuknya di depan wajah Zhoumi yang lebih tinggi darinya.
Zhoumi terkekeh. Ia menarik tubuh Qian dan menjatuhkannya ke dalam dekapan hangat.

First Anniversary on trem into Victoria Peak.
7 April 2005

Zhoumi duduk di samping Qian yang menyandarkan kepala di bahunya. Hari sudah beranjak petang. Lembayung sudah menggantung menghiasi mega. Tak terasa hubungannya dengan Qian sudah menginjak setahun. 365 hari dilaluinya bersama gadis itu. Gadis yang menurutnya seperti permen. Manis dan membuatnya suka.
"Mi..." panggil Qian pelan. Ia menoleh menatap Qian yang masih memejamkan matanya.
"Ya," sahutnya singkat.
"Kenapa kau memilihku?" tanya Qian membuatnya mengerutkan kening.
"Maksudmu?"
"Dari sekian banyak Qian kenapa kau memilih aku yang tidak istimewa? Banyak Qian lain seperti putri dari Disneyland yang sempurna. Sedangkan aku? Aku hanya upik abu yang tak memiliki orangtua. Aku hanya memiliki bibi Cho dan Kyuhyun. Ayahku sudah tiada, ibuku entah dimana. Tak ada yang menarik dalam hidupku." ucap Qian panjang lebar.
"Di hidupku sudah terlalu banyak hal indah. Jadi aku memilihmu sebagai hal buruk dalam hidupku. Hahaha..." sahutnya diiringi tawa.
"Aku serius Mi," ucap Qian. Zhoumi menghela nafas pelan dan menghembuskannya.
"Cinta tak membutuhkan alasan Qian, kau hadiah dalam hidupku dan keajaiban dalam takdirku."
Hening menyelimuti mereka. Yang terdengar hanyalah suara desau angin dan bunyi mesin trem yang mereka tumpangi.
"Mi..." panggil Qian lagi.
"Hmmmm...." Pemuda otu hanya menyahutinya dengan dehaman halus.
"Apa aku hal buruk dalam hidupmu?" tanya Qian. Zhoumi tertawa.
"Kau adalah cinderella. Mungkin saat ini kau upik abu, tapi aku adalah pangeranmu. Siapapun sosokmu. Upik abu atau cinderella, aku tetap pangeranmu."
"Tapi kita tak memiliki ibu peri untuk mengubahku menjadi cinderella bergaun indah yang mengenakan sepatu kaca."
"Aku adalah pangeran sekaligus ibu perimu, Song Qian..."
"Tak mungkin. Kau lelaki."
"Aku bisa lebih cantik darimu jika aku dirias seperti wanita. Dan kau akan iri melihatku, lalu bertanya pada cermin ajaib, 'Oh cermin ajaib, siapa yang lebih cantik? Aku atau Zhoumi?' Lalu ketika cermin ajaib berkata aku lebih cantik darimu, kau akan membunuhku..."
"Itu kisah Snow White, Mi..."
"Oh baiklah, aku tak akan menjadi Snow White."
"Mi, apa aku hal buruk dalam hidupmu?" tanya Qian lagi. Zhoumi mendecak kesal.
"Kau hadiah dalam hidupku dan kejaiban dalam takdirku. Meskipun kau adalah hal buruk, aku tak peduli. Karena bersamamu merupakan hal yang indah bagiku. Aku tak peduli meskipun hal indah itu merupakan suatu keburukan. Cinta tak membutuhkan alasan dan balasan. Cinta merupakan pernyataan bukan pertanyaan. Paham?"
"Tapi kau memintaku membalas cintamu setahun lalu..."
"Walau aku tak memintanya, kau akan memberikannya kan?"
Qian diam. Menghirup aroma kayu-kayuan dari parfum yang dipakai Zhoumi. Hatinya membenarkan penuturan Zhoumi tadi.


Zhoumi membuka matanya. Qian dan kenangan itu masih tersimpan dalam memori otaknya. Tidak terhapus dan masih utuh. Ia menghela nafasnya dalam-dalam. Kemudian menghembuskannya pelan. Kenapa gadis yang ia sebut Victoria itu mengingatkannya pada Qian? Apa mungkin ia adala Qian? Tapi bukankah Qian masih di China?
Lima tahun ia hilang kontak dengan gadis itu. Saat ibu tirinya menangis memintanya untuk tinggal di Seoul. Dan ia dengan terpaksa menuruti keinginan orang yang sudah lima tahun ia sebut ibu. Menggantikan sosok nyata ibu kandungnya yang pergi saat ia tiba ke dunia. Melanjutkan kehidupannya, pendidikannya dan mencari cinta barunya di negeri pagi yang tenang. Meninggalkan negeri tirai bambu tempat ia berasal. Meninggalkan cinta pertamanya yang memiliki posisi permanen di jiwanya. Karena baginya pasangannya hanya satu, dan ia telah memberikan seluruh hatinya untuk Qian.
Ia melihat ke arah jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Sudah lewat beberapa menit dari waktu makan siang. Ia bangkit dari duduknya dan bergegas pergi. Ia harus memastikan bahwa Victoria adalah Qian-nya.

~tobecontinue...

2 komentar: